Mari merenungkan kisah Bapak Tua dibawah ini, bagaimanapun sekali-sekali rohani kita perlu diisi dengan sesuatu yang bersifat "mengembalikan" pada jalurnya.
Seorang bapak tua pada suatu hari bepergian naik bus kota. Saat menginjakkan kakinya ke tangga, salah satu sepatunya terlepas dan jatuh ke jalan. Sayang sekali, pintu bus segera tertutup dan segera berlari cepat. Bus ini hanya akan berhenti di halte berikutnya yang jaraknya cukup jauh sehingga ia tidak dapat memungut sepatu yang terlepas tadi. Melihat kenyataan itu, si bapak tua itu dengan tenang melepas sepatunya yang sebelah dan melemparkannya ke luar jendela.
Seorang pemuda yang duduk dalam bus tercengang, dan bertanya pada si bapak tua, "Mengapa bapak melemparkan sepatu bapak yang sebelah juga?" Bapak tua itu menjawab dengan tenang, "Agar siapa pun yang menemukan sepatuku bisa memanfaatkannya."
Bapak tua dalam cerita di atas adalah contoh orang yang bebas dan merdeka. Ia telah berhasil melepaskan keterikatannya pada benda. Ia berbeda dengan kebanyakan orang yang mempertahankan sesuatu semata-mata karena ingin memilikinya, atau karena tidak ingin orang lain memilikinya.
Sikap mempertahankan sesuatu termasuk mempertahankan apa yang sudah tak bermanfaat lagi adalah akar dari ketamakan. Penyebab tamak adalah kecintaan yang berlebihan pada harta benda. Kecintaan ini melahirkan keterikatan. Kalau Anda sudah terikat dengan sesuatu, Anda akan mengidentifikasikan diri Anda dengan sesuatu itu. Anda bahkan dapat menyamakan kebahagiaan Anda dengan memiliki benda tersebut. Jika demikian, Anda pasti sulit memberikan apapun yang Anda miliki karena hal itu bisa berarti kehilangan sebagian kebahagiaan Anda.
Kalau kita pikirkan lebih dalam lagi ketamakan sebenarnya berasal dari pikiran dan paradigma kita yang salah terhadap harta benda. Kita sering menganggap harta kita sebagai milik kita. Pikiran ini salah. Harta kita bukanlah milik kita. Ia hanyalah titipan dan amanah yang suatu ketika harus dipertanggungjawabkan. Pertanggung-jawaban kita adalah sejauh mana kita bisa menjaga dan memanfaatkannya.
Peran kita dalam hidup ini hanyalah menjadi media dan perantara. Semuanya adalah milik Tuhan dan suatu ketika akan kembali kepada-Nya. Tuhan telah menitipkan banyak hal kepada kita, harta benda, kekayaan, pasangan hidup, anak-anak, dan sebagainya. Tugas kita adalah menjaga amanah ini dengan baik, termasuk meneruskan pada siapa saja yang membutuhkannya.
Paradigma yang terakhir ini akan membuat kita menyikapi masalah secara berbeda. Kalau biasanya Anda merasa terganggu begitu ada orang yang membutuhkan bantuan, sekarang Anda justru merasa bersyukur. Kenapa? Karena Anda melihat hal itu sebagai kesempatan untuk menjadi "perpanjangan tangan" Tuhan. Anda tak merasa terganggu karena tahu bahwa tugas Anda hanyalah meneruskan "titipan" Tuhan untuk membantu orang yang sedang kesulitan.
Cara berpikir seperti ini akan melahirkan hidup yang berkelimpahan dan penuh anugerah bagi kita dan lingkungan sekitar. Hidup seperti ini adalah hidup yang senantiasa bertambah dan tak pernah berkurang. Semua orang akan merasa menang, tak ada yang akan kalah. Alam semesta sebenarnya bekerja dengan konsep ini, semua unsur-unsurnya bersinergi, menghasilkan kemenangan bagi semua pihak.
Sebagai penutup, mari kita resapi seuntai puisi dari seorang bijak:
Engkau tidak pernah memiliki sesuatu
Engkau hanya memegangnya sebentar
Kalau engkau tak dapat melepaskannya,
engkau akan terbelenggu olehnya.Apa saja hartamu, harta itu harus kau pegang dengan tanganmu
seperti engkau menggenggam air.
Genggamlah erat-erat dan harta itu lepas.
Akulah itu sebagai milikmu dan
engkau mencemarkannya.
Lepaskanlah, dan semua itu menjadi milikmu selama-lamanya.